Villavena namanya.
Aku bahagia sejak bertemu denganmu. Merajut keinginan untuk menetap.
gelas, sepatu coklat dan kain baju yang melekat.
Gelas, senyumnya masih mengingat pada genangan yang ku seduh .
Sepasang sepatu coklat alasanku mengukir perjalanan, sebab melangkah bersamamu tidak mungkin bagiku.
Baju yang melekat di tubuhku ini menggambarkan keindahan pada dirimu.
Cerita-ceritamu sederhana namun menyentuh hatiku, aku memang bukan tempat cinta karena alasanmu mengenalku ingin melupakan masa sulit itu.
Aku menemukan potongan-potongan cerita ini dari keinginan rinduku mengenalmu.
Gelas ini masih saja bertanya kemana teman yang selalu menemaninya, katanya selalu ingin menginspirasi kok sekarang sedang menjalani bahagia sendiri.
Tak ada lagi cerita tentang Teh, Kopi, maupun air putih di pagi hari. sebab bertanya keadaanmu masih belum kutemukan jawaban saat ini.
Sepasang sepatu ini masih saja serasi.
Talinya masih sering berpelukan dari yang kanan sampai kiri, walaupun sudah keriput masih saja dipakai, kesetiaan ini masih saja menjadi misteri. Romansa belum lagi dijumpai dari sini sebab sepatu masih melekat menemani. Ah rasanya aku masih saja ingin menujukkan kebersamaan ini.
Baju ini masih rapi, awal ku pakai dengan gagah saat menyambut Mei yang disebut paling misteri. Saat ini masih rapi kok tapi sudah tidak gagah lagi, sebab telah ku masukan lemari.
Sudah dulu ya, ceritamu masih banyak selain ini, tapi belum sempat ku jadikan Rindu. Karena saat ini menanyakan keadaanmu saja masih enggan. Dari musim kemarau ke hujan lagi.
Bagaimana keadaanmu?
Sedang bahagiakan menikmati keindahan hidup.
Inilah perjalanan yang akan membuatmu menjadi bagian dari proses itu, dulu aku tidak berpamitan atau tidak memberikan kabar kau sebut sebagai pelupa. Kini merasakan bukan? Sampai hari ini lupa dan tak ada kabar.
Selamat berbahagia Villavena, ini cerita salah yang aku buat untuk di ingat.
Aku bahagia sejak bertemu denganmu. Merajut keinginan untuk menetap.
gelas, sepatu coklat dan kain baju yang melekat.
Gelas, senyumnya masih mengingat pada genangan yang ku seduh .
Sepasang sepatu coklat alasanku mengukir perjalanan, sebab melangkah bersamamu tidak mungkin bagiku.
Baju yang melekat di tubuhku ini menggambarkan keindahan pada dirimu.
Cerita-ceritamu sederhana namun menyentuh hatiku, aku memang bukan tempat cinta karena alasanmu mengenalku ingin melupakan masa sulit itu.
Aku menemukan potongan-potongan cerita ini dari keinginan rinduku mengenalmu.
Gelas ini masih saja bertanya kemana teman yang selalu menemaninya, katanya selalu ingin menginspirasi kok sekarang sedang menjalani bahagia sendiri.
Tak ada lagi cerita tentang Teh, Kopi, maupun air putih di pagi hari. sebab bertanya keadaanmu masih belum kutemukan jawaban saat ini.
Sepasang sepatu ini masih saja serasi.
Talinya masih sering berpelukan dari yang kanan sampai kiri, walaupun sudah keriput masih saja dipakai, kesetiaan ini masih saja menjadi misteri. Romansa belum lagi dijumpai dari sini sebab sepatu masih melekat menemani. Ah rasanya aku masih saja ingin menujukkan kebersamaan ini.
Baju ini masih rapi, awal ku pakai dengan gagah saat menyambut Mei yang disebut paling misteri. Saat ini masih rapi kok tapi sudah tidak gagah lagi, sebab telah ku masukan lemari.
Sudah dulu ya, ceritamu masih banyak selain ini, tapi belum sempat ku jadikan Rindu. Karena saat ini menanyakan keadaanmu saja masih enggan. Dari musim kemarau ke hujan lagi.
Bagaimana keadaanmu?
Sedang bahagiakan menikmati keindahan hidup.
Inilah perjalanan yang akan membuatmu menjadi bagian dari proses itu, dulu aku tidak berpamitan atau tidak memberikan kabar kau sebut sebagai pelupa. Kini merasakan bukan? Sampai hari ini lupa dan tak ada kabar.
Selamat berbahagia Villavena, ini cerita salah yang aku buat untuk di ingat.