Ada yang menjual belikan waktu?
Kalau ada tolong belikan.
Rakka. Pemuda dengan kebiasaan menghabiskan waktu dengan tidur. Sangat jauh berbeda dengan orang-orang yang bekerja dari pagi sampai sore. Ini menjadikan ia yukdi cap sebagai pengangguran.
Haha. Hal itu sudah biasa kawan.
Pengangguran itu sehat.
Tanpa harus berpikir mencari uang tapi uang yang mencari pengangguran.
Dasar tolol. Ucap Cato teman Rakka.
Kamu ini bagaimana, hidup ini perjalanan kalau dirimu tidak lagi memahami hakikat itu maka hancurlah hidupmu.
Hancur?
Hancur darimana?
Aku menikmati tidurku. Bermimpi dan memiliki imajinasi untuk menguasai dunia.
Aku sudah hampir selesai menguasai duniaku, mungkin dengan tidur lagi aku bisa melakukannya.
Inikah yang kamu sebut hancur Cato sang bijaksana.?
Cato semakin kesal. Dasar pemalas tidur lagi sana. Kamu masih sama seperti dulu tiap hari menghabiskan waktu dengan tidur dan aku sudah sering mendengarkan kata bijakmu itu kalau saya tidak lupa ya setiap hari.
Sudahlah aku pergi dulu menghabiskan waktuku untuk mencari dunia.
Dasar bodoh. Kamu ini sudah di dunia Cato. Kamu tidak harus lagi mencari. Disini tempatmu memupuk akal sehat itu.
Sudah-sudah, aku tidak mau bermain denganmu.
Rakka, masih sama melanjutkan tidur untuk menghabiskan waktu mencapai puncak.
Senja sepertinya gangguan. Itulah yang kuingat ketika kali pertama melihat perempuan itu. Senja berada diatas kepala sambil memakan getuk pinggir pantai, menengok melihat keindahan itu menyebrang.
Berbisik. Dengar dia sangat elok untuk kujadikan kekasih. Rakka bilang kepada ibu penjual getuk di pinggir pantai.
Tak lama perempuan itu mendekati rakka. Wuih dia datang. Sambil berjalan dengan sepatu hak tinggi bak gaya model iklan.
Bu. Harga getuknya berapa?
2.000 neng ayu. Mau beli berapa?
10.000 rupiah Bu. Saut dengan manja.
Tak ada tatapan serius dari perempuan itu kepada Rakka.
Ini neng ayu getuknya
Terimakasih ya Bu.
Oh.. suaranya merdu sekali. Membuatku melayang-layang.
Aku tidak lagi bisa bergerak. Getuk di mulut mengomelku. Aku ingin sekali menyentuh bibir tanpa gincu itu.
Aku selalu menatapnya. Dia menolehku.
Bangun tukang tidur.
Dasar. Sudah seharian kamu tidur, aku pergi kerja sampai pulang kerja masih saja tidur. Kamu ini manusia bukan?
Sial. mengganggu saja. Hampir saja aku mengapai tapi kamu gagalkan. Memang orang yang mau berhasil itu ada saja rintangan yang menghadang.
Berhasil darimana? Dirimu itu tidur rakka. Kamu bermimpi, berkhayal. Tidak ada pencapaian dalam tidur itu. Jangan lagi berimajinasi untuk dunia kalau hanya bermimpi.
Lagi-lagi berbicara dunia. Dunia itu ini Cato, puisi yang disenandungkan dengan hati jernih. Kalau mau berbicara dunia. Semua berada di dunia dan bermimpi adalah salah satu jalan menuju dunia.
Sudahlah rakka. Mari kita nikmati makanan ini, aku tau kamu pasti sudah lapar. Ah. Kamu tau saja. Padahal sudah makan getuk tapi perut keroncong, kamu memang sahabat terbaikku Cato.
Sambil makan. Rakka bertanya. Hal ternyaman di dalam hidupmu ini apa Cato?
Cato memberhentikan makanya. Aku heran dengan orang semacam ini, tau saja yang kualami.
Hal ternyaman dalam hidupku ya makan denganmu.
Denganku?
Kamu ini sudah gila ya Cato. Dirimu yang begitu bijaksana memilih hal ternyaman dalam hidup adalah denganku. Kamu sedang bermimpi ya. Ada-ada saja.
Realitanya begitu. Saut cato dengan diiringi celetukan gigi dan kerupuk di mulut.
Begitulah spesialnya diriku bagimu. Sampai-sampai cato memilihku.
Lantas Cato bertanya kepada Rakka.
Sang Purnama yang gagah dan suka berkhayal ketika berbicara. Kalau kamu disuruh memilih. Pilih mana antara mencinti uang dan dicintai uang?
Terdiam. Kamu menyindirku ya ? Dengan nada tertawa.
Ambilkan aku satu buah lilin.
"Kamu ini seperti lampu mati saja. Padahal ini terang sekali. Yang menghabiskan listrik berwaat-waat tiap harinya."
Dinyalakanlah lilin tersebut.
Kamu pilih ya Cato. Pilih mana lilin dan lampu?
Lampu.
Baiklah. kalau aku matikan lampunya terang yang mana?
Iya jelas lilinlah dia yang memancarkan cahaya.
Bagus.
Kamu ini aneh-aneh saja. Dasar Rakka.
Sudah cuman itu saja jawabanmu?
Tidak masuk akal seperti halnya mimpimu.
Hahaha.
Tertawa terbahak-bahak karena jawaban konyol itu.
Baiklah aku istirahat dulu ya rakka. Aku besok bekerja pagi lagi.
Iya tuan bijaksana, selamat beristirahat mengapai duniamu.
Tak lama. Rakka menyusul Cato untuk tidur kembali.
Melanjutkan dunianya sendiri.
Purnama masih tercecer pada kertas putih. Sambil menari-nari takjim ditemani kejora malam ini.
Rambut lurus, hitam penuh kesejukan. Uh memandangnya kembali adalah keistimewaan bagiku.
Aku kendarai motor jagoanku berkeliling melihat lampu-lampu malam dijalanan.
Perempuan. Dimana dirimu, aku ingin mengunjungimu dan mengapai keinginanku.
Akhirnya kuberhenti dipinggir pantai kembali. Berharap perempuan itu datang dengan sengaja menemuiku.
Perempuan itu berjalan di depan purnama yang sedang bersinar terang-terangnya. Bola matanya membuat mata terpanah dan berdarah, aku ingin segera menyapanya.
Wahai nona.
Bau harummu masih meninggalakn bekas waktu sore itu. bolehkah aku melihat senyummu?
Tak bicara dan perempuan itu melontarkan senyum manja. terjatuh tak berdarah dari ulat menjadi kepompong.
Aku tidak lagi kuasa ingin segera mengetahui orang tuamu. Menemuinya dan menghalalkanmu. Dengan seperangkat alat salat, bingkisan surat yang di dalamnya ada sepotong senja dan secuil purnama seperti saat aku bertemu denganmu.
Akhirnya aku menikahinya. Dengan janjiku, aku membawakan bingkisan surat didalamnya ada sepotong senja dan secuil purnama yang diantarkan oleh sepasang tukang pos. Uh. Begitu sempurna sekali hidupku ini. Inilah yang dinamakan hidup Cato. Dirimu pasti tidak akan merasakan hal ini. Aku sudah bilang padamu kalau dunia itu adalah mimpi. Akan segera aku tunjukan kepadamu istriku ini kepadamu Cato.
Sempurna. Puncak...
Cato. Dengan biasa membangunkan rakka dari tidurnya. Cato tidak lupa untuk mempersiapkan makanan buat rakka. Ayo makan, biar nanti mimpimu sempurna.
Mimpiku sempurna Cato. Kamu tidak akan mempunyai perempuan seperti istriku. Rambutnya, Bola matanya, Bibirnya. Duh, aku ingin sekali memperkenalkan kepadamu segera..
Mengigau saja kamu ini Rakka. Ini masih terlalu pagi untuk membahas dan memberikan kabar gembira ini.
Pagi ini aku tidak lagi bekerja Rakka.
Kenapa? Kamu di pecat?
“oh tidak-tidak”
Lalu mengapa?
Aku akan meminang seorang Gadis siang nanti.
Tolol sekali kamu ini Cato. Aku yang bercerita kamu yang mengigau.
Selamat Pagi Rakka..
Saut perempuan yang berparas elok, rambut hitam yang mempesona, bola mata yang memancarkan senyum, dan bibirnya yang merah penuh kemanjaan.
Itu perempuan yang ingin kamu kawini siang nanti Cato?
Iya benar.. ini calon istriku..
Oh tidak dunia ini sudah terbalik.
Aku yang mencapai puncak, sempurna, kenapa cato yang akan menikah?
Rakka menganggap cato bermimpi.
Cato mengatakan kepada Rakka. Bahwa dirinya akan menikah dengan seperangkat alat salat, berhias senja dan rembulan. Sebab cato bertemu kali pertama dengan perempuan itu di pantai dan tengah malam berpadu rembulan.
Tidak, tidak aku tidak percaya. Mengapa ini terjadi sungguhan. Sungguh ini tidak adil, aku kecewa, dan dunia ini benar-benar nyata.
Benar. Waktu tidaklah bisa diulang maupun dibeli. Aku tidak bisa mengembalikan mimpiku dan Cato telah mencapai kesempurnaan itu. Aku adalah Aku dan yang berubah adalah Cato bukan mimpiku.
Kalau ada tolong belikan.
Rakka. Pemuda dengan kebiasaan menghabiskan waktu dengan tidur. Sangat jauh berbeda dengan orang-orang yang bekerja dari pagi sampai sore. Ini menjadikan ia yukdi cap sebagai pengangguran.
Haha. Hal itu sudah biasa kawan.
Pengangguran itu sehat.
Tanpa harus berpikir mencari uang tapi uang yang mencari pengangguran.
Dasar tolol. Ucap Cato teman Rakka.
Kamu ini bagaimana, hidup ini perjalanan kalau dirimu tidak lagi memahami hakikat itu maka hancurlah hidupmu.
Hancur?
Hancur darimana?
Aku menikmati tidurku. Bermimpi dan memiliki imajinasi untuk menguasai dunia.
Aku sudah hampir selesai menguasai duniaku, mungkin dengan tidur lagi aku bisa melakukannya.
Inikah yang kamu sebut hancur Cato sang bijaksana.?
Cato semakin kesal. Dasar pemalas tidur lagi sana. Kamu masih sama seperti dulu tiap hari menghabiskan waktu dengan tidur dan aku sudah sering mendengarkan kata bijakmu itu kalau saya tidak lupa ya setiap hari.
Sudahlah aku pergi dulu menghabiskan waktuku untuk mencari dunia.
Dasar bodoh. Kamu ini sudah di dunia Cato. Kamu tidak harus lagi mencari. Disini tempatmu memupuk akal sehat itu.
Sudah-sudah, aku tidak mau bermain denganmu.
Rakka, masih sama melanjutkan tidur untuk menghabiskan waktu mencapai puncak.
Senja sepertinya gangguan. Itulah yang kuingat ketika kali pertama melihat perempuan itu. Senja berada diatas kepala sambil memakan getuk pinggir pantai, menengok melihat keindahan itu menyebrang.
Berbisik. Dengar dia sangat elok untuk kujadikan kekasih. Rakka bilang kepada ibu penjual getuk di pinggir pantai.
Tak lama perempuan itu mendekati rakka. Wuih dia datang. Sambil berjalan dengan sepatu hak tinggi bak gaya model iklan.
Bu. Harga getuknya berapa?
2.000 neng ayu. Mau beli berapa?
10.000 rupiah Bu. Saut dengan manja.
Tak ada tatapan serius dari perempuan itu kepada Rakka.
Ini neng ayu getuknya
Terimakasih ya Bu.
Oh.. suaranya merdu sekali. Membuatku melayang-layang.
Aku tidak lagi bisa bergerak. Getuk di mulut mengomelku. Aku ingin sekali menyentuh bibir tanpa gincu itu.
Aku selalu menatapnya. Dia menolehku.
Bangun tukang tidur.
Dasar. Sudah seharian kamu tidur, aku pergi kerja sampai pulang kerja masih saja tidur. Kamu ini manusia bukan?
Sial. mengganggu saja. Hampir saja aku mengapai tapi kamu gagalkan. Memang orang yang mau berhasil itu ada saja rintangan yang menghadang.
Berhasil darimana? Dirimu itu tidur rakka. Kamu bermimpi, berkhayal. Tidak ada pencapaian dalam tidur itu. Jangan lagi berimajinasi untuk dunia kalau hanya bermimpi.
Lagi-lagi berbicara dunia. Dunia itu ini Cato, puisi yang disenandungkan dengan hati jernih. Kalau mau berbicara dunia. Semua berada di dunia dan bermimpi adalah salah satu jalan menuju dunia.
Sudahlah rakka. Mari kita nikmati makanan ini, aku tau kamu pasti sudah lapar. Ah. Kamu tau saja. Padahal sudah makan getuk tapi perut keroncong, kamu memang sahabat terbaikku Cato.
Sambil makan. Rakka bertanya. Hal ternyaman di dalam hidupmu ini apa Cato?
Cato memberhentikan makanya. Aku heran dengan orang semacam ini, tau saja yang kualami.
Hal ternyaman dalam hidupku ya makan denganmu.
Denganku?
Kamu ini sudah gila ya Cato. Dirimu yang begitu bijaksana memilih hal ternyaman dalam hidup adalah denganku. Kamu sedang bermimpi ya. Ada-ada saja.
Realitanya begitu. Saut cato dengan diiringi celetukan gigi dan kerupuk di mulut.
Begitulah spesialnya diriku bagimu. Sampai-sampai cato memilihku.
Lantas Cato bertanya kepada Rakka.
Sang Purnama yang gagah dan suka berkhayal ketika berbicara. Kalau kamu disuruh memilih. Pilih mana antara mencinti uang dan dicintai uang?
Terdiam. Kamu menyindirku ya ? Dengan nada tertawa.
Ambilkan aku satu buah lilin.
"Kamu ini seperti lampu mati saja. Padahal ini terang sekali. Yang menghabiskan listrik berwaat-waat tiap harinya."
Dinyalakanlah lilin tersebut.
Kamu pilih ya Cato. Pilih mana lilin dan lampu?
Lampu.
Baiklah. kalau aku matikan lampunya terang yang mana?
Iya jelas lilinlah dia yang memancarkan cahaya.
Bagus.
Kamu ini aneh-aneh saja. Dasar Rakka.
Sudah cuman itu saja jawabanmu?
Tidak masuk akal seperti halnya mimpimu.
Hahaha.
Tertawa terbahak-bahak karena jawaban konyol itu.
Baiklah aku istirahat dulu ya rakka. Aku besok bekerja pagi lagi.
Iya tuan bijaksana, selamat beristirahat mengapai duniamu.
Tak lama. Rakka menyusul Cato untuk tidur kembali.
Melanjutkan dunianya sendiri.
Purnama masih tercecer pada kertas putih. Sambil menari-nari takjim ditemani kejora malam ini.
Rambut lurus, hitam penuh kesejukan. Uh memandangnya kembali adalah keistimewaan bagiku.
Aku kendarai motor jagoanku berkeliling melihat lampu-lampu malam dijalanan.
Perempuan. Dimana dirimu, aku ingin mengunjungimu dan mengapai keinginanku.
Akhirnya kuberhenti dipinggir pantai kembali. Berharap perempuan itu datang dengan sengaja menemuiku.
Perempuan itu berjalan di depan purnama yang sedang bersinar terang-terangnya. Bola matanya membuat mata terpanah dan berdarah, aku ingin segera menyapanya.
Wahai nona.
Bau harummu masih meninggalakn bekas waktu sore itu. bolehkah aku melihat senyummu?
Tak bicara dan perempuan itu melontarkan senyum manja. terjatuh tak berdarah dari ulat menjadi kepompong.
Aku tidak lagi kuasa ingin segera mengetahui orang tuamu. Menemuinya dan menghalalkanmu. Dengan seperangkat alat salat, bingkisan surat yang di dalamnya ada sepotong senja dan secuil purnama seperti saat aku bertemu denganmu.
Akhirnya aku menikahinya. Dengan janjiku, aku membawakan bingkisan surat didalamnya ada sepotong senja dan secuil purnama yang diantarkan oleh sepasang tukang pos. Uh. Begitu sempurna sekali hidupku ini. Inilah yang dinamakan hidup Cato. Dirimu pasti tidak akan merasakan hal ini. Aku sudah bilang padamu kalau dunia itu adalah mimpi. Akan segera aku tunjukan kepadamu istriku ini kepadamu Cato.
Sempurna. Puncak...
Cato. Dengan biasa membangunkan rakka dari tidurnya. Cato tidak lupa untuk mempersiapkan makanan buat rakka. Ayo makan, biar nanti mimpimu sempurna.
Mimpiku sempurna Cato. Kamu tidak akan mempunyai perempuan seperti istriku. Rambutnya, Bola matanya, Bibirnya. Duh, aku ingin sekali memperkenalkan kepadamu segera..
Mengigau saja kamu ini Rakka. Ini masih terlalu pagi untuk membahas dan memberikan kabar gembira ini.
Pagi ini aku tidak lagi bekerja Rakka.
Kenapa? Kamu di pecat?
“oh tidak-tidak”
Lalu mengapa?
Aku akan meminang seorang Gadis siang nanti.
Tolol sekali kamu ini Cato. Aku yang bercerita kamu yang mengigau.
Selamat Pagi Rakka..
Saut perempuan yang berparas elok, rambut hitam yang mempesona, bola mata yang memancarkan senyum, dan bibirnya yang merah penuh kemanjaan.
Itu perempuan yang ingin kamu kawini siang nanti Cato?
Iya benar.. ini calon istriku..
Oh tidak dunia ini sudah terbalik.
Aku yang mencapai puncak, sempurna, kenapa cato yang akan menikah?
Rakka menganggap cato bermimpi.
Cato mengatakan kepada Rakka. Bahwa dirinya akan menikah dengan seperangkat alat salat, berhias senja dan rembulan. Sebab cato bertemu kali pertama dengan perempuan itu di pantai dan tengah malam berpadu rembulan.
Tidak, tidak aku tidak percaya. Mengapa ini terjadi sungguhan. Sungguh ini tidak adil, aku kecewa, dan dunia ini benar-benar nyata.
Benar. Waktu tidaklah bisa diulang maupun dibeli. Aku tidak bisa mengembalikan mimpiku dan Cato telah mencapai kesempurnaan itu. Aku adalah Aku dan yang berubah adalah Cato bukan mimpiku.