Aku mulai mengingat kembali, telah lama aku menjadikan diriku sebagai pecundang.
waktu memberikan kabar bawa teman kita baik-baik saja disana, dia sudah sangat tenang, bahkan dia tidak lagi ingin diingat oleh siapapun.
Jahat bukan? Tidak juga, itu demi kebaikan dia, karena dia tidak ingin lagi membagi ceritanya.
Sekian lama, dia masih menemaniku di tiap-tiap gang sempit kota yang bising ini, mereka masih saja sombong katamu Nur.
Apa yang mereka sombongkan? ketus dia dengan nada tinggi.
Masih ingat tidak cerita Sepasang sahabat yang dikenal oleh sebagian orang hidup melarat di rumah beratap putih yang sedikit kusam, pintu satu dengan sejuta impian dan jendela rusak yang tertutup kain benner putih dengan sedikit tempelan di bagian pojok. Ya terkadang kalau hujan banjir, tapi bersyukurlah masih bisa untuk berteduh dan tidak kehujanan. Masih bisa dibuat melukis cerita yang akan diingat sepanjang perjalanan . Sebab dia menghabiskan semasa hidupnya dengan kegilaan dan kenyamanan di tempat sederhana itu. Tapi dia tidak pecundang sepertiku, sebab dia berjalan, berlari, dan bernyanyi untuk mencari jati dirinya yang sangat tersembunyi.
Dia mencari-cari dengan kehidupan kebersamaan, aku menyesal tidak mengetahui semua kegilaannya, aku hanya mengerti secuil cerita singkatnya, yakni hidup dengan RINDU.
Iya kadang, hidupnya dikelilingi dan dipenuhi cinta, cinta kelurga, persahabatan, dan perjuangan karena dia menyebut hidup harus sedikit percaya pada insting. Dari balik pintu aku mengintipmu pergi. Begitulah Nur, semasa hidupnya dia adalah kebanggaan dari keluarganya. Aku tidak tau persis sejak kapan dia mulai seceria ini, karena yang kuingat semasa hidupnya adalah kebersamaan.
Dia mulai memperkenalkan semua kegiatannya dari kecil tidak pernah mandi sampai hal terbesar tidur di kasur empuk rumahnya bahkan tidak sungkan juga untuk mencicipi masakan dari ibunya, aku tidak pernah melihat dia cemburu kepadaku, berbeda dari sekian banyak cerita ketika orang datang ke rumahnya akan menimbulkan kecemburuan dari keluarga tersebut. Aku bahagia di keluarga ini, dia memberikan semuanya kepadaku.
Namun setelah itu aku tidak bisa memberikan apapun untuknya, entah itu teman, keluarga, atau yang lainnya. Aku belum bisa untuk itu.
(1)
waktu memberikan kabar bawa teman kita baik-baik saja disana, dia sudah sangat tenang, bahkan dia tidak lagi ingin diingat oleh siapapun.
Jahat bukan? Tidak juga, itu demi kebaikan dia, karena dia tidak ingin lagi membagi ceritanya.
Sekian lama, dia masih menemaniku di tiap-tiap gang sempit kota yang bising ini, mereka masih saja sombong katamu Nur.
Apa yang mereka sombongkan? ketus dia dengan nada tinggi.
Masih ingat tidak cerita Sepasang sahabat yang dikenal oleh sebagian orang hidup melarat di rumah beratap putih yang sedikit kusam, pintu satu dengan sejuta impian dan jendela rusak yang tertutup kain benner putih dengan sedikit tempelan di bagian pojok. Ya terkadang kalau hujan banjir, tapi bersyukurlah masih bisa untuk berteduh dan tidak kehujanan. Masih bisa dibuat melukis cerita yang akan diingat sepanjang perjalanan . Sebab dia menghabiskan semasa hidupnya dengan kegilaan dan kenyamanan di tempat sederhana itu. Tapi dia tidak pecundang sepertiku, sebab dia berjalan, berlari, dan bernyanyi untuk mencari jati dirinya yang sangat tersembunyi.
Dia mencari-cari dengan kehidupan kebersamaan, aku menyesal tidak mengetahui semua kegilaannya, aku hanya mengerti secuil cerita singkatnya, yakni hidup dengan RINDU.
Iya kadang, hidupnya dikelilingi dan dipenuhi cinta, cinta kelurga, persahabatan, dan perjuangan karena dia menyebut hidup harus sedikit percaya pada insting. Dari balik pintu aku mengintipmu pergi. Begitulah Nur, semasa hidupnya dia adalah kebanggaan dari keluarganya. Aku tidak tau persis sejak kapan dia mulai seceria ini, karena yang kuingat semasa hidupnya adalah kebersamaan.
Dia mulai memperkenalkan semua kegiatannya dari kecil tidak pernah mandi sampai hal terbesar tidur di kasur empuk rumahnya bahkan tidak sungkan juga untuk mencicipi masakan dari ibunya, aku tidak pernah melihat dia cemburu kepadaku, berbeda dari sekian banyak cerita ketika orang datang ke rumahnya akan menimbulkan kecemburuan dari keluarga tersebut. Aku bahagia di keluarga ini, dia memberikan semuanya kepadaku.
Namun setelah itu aku tidak bisa memberikan apapun untuknya, entah itu teman, keluarga, atau yang lainnya. Aku belum bisa untuk itu.
(1)