Malam adalah lunglai yang menyelimut seribu ekspektasi. Saat pekatnya mulai datang, akan ada banyak mimpi terhenti. Namun bukan berhenti untuk pergi, melainkan menunggu fajar, untuk berlanjut esok pagi. Malam hanyalah jeda, seperti kau saat menunggu hujan reda. Ia tak pernah lama, karena pagi akan segera tiba.
Jika aku jadi kau, mungkin sudah kubuang asa-asa yang tercecer tanpa punya jalan. Karena ia hanya akan membebani langkahku. Tetapi jalanan malam mengajarkanku sesuatu, ia memiliki orang-orang yang akan selalu menghargai hidupnya. Mereka berjalan, dengan ekspresi mati yang menyimpan banyak penjelasan. Jika tak kau pandang mata itu lurus, tak akan pernah kau temui bayangan asa yang kumaksud.
Udara malam dingin berhembus. Membawa aroma lelah, menebarkan suara sunyi. Di ujung jalan sana, ada seorang tua renta yang menggenggam sebungkus nasi. Nasi itu adalah bukti bahwa usahanya tak pernah sia-sia. Setiap udara napas yang ia hembuskan menjadi citra bahwa usia telah lelah menemaninya.
Bajunya compang-camping, khas sepupu jalanan. Dan dia adalah aba-aba bagi banyak orang agar hidup harus dihargai. Agar tak ada waktu yang kau sesali. Sosoknya adalah tanda bahwa hidup tidak selalu baik-baik saja. Ada banyak kesedihan bertebaran, kau saja yang tak menyadari.
Mulanya aku hanyalah orang yang banyak berharap. Duduk jemu menunggu hujan menjemputku. Tetapi semenjak seorang renta itu lewat, aku mulai menyadari sesuatu. Bahwa hidup tidak hanya tentang menerima. Hidup juga harus berusaha. Ada orang-orang yang terlihat baik namun hatinya buruk. Ada orang-orang yang terlihat buruk tetapi haatinya baik. Seberapa cepat kau mengenali, bisa diukur dari seberapa kenal kau dengan kehidupan.
Jalanan dan sosok renta adalah guru bagiku. Mereka mungkin membisu, tetapi yang mereka beri lebih dari apa yang kau tahu. Hari ini aku telah belajar menerima, dari seseorang yang bahkan tak pernah memberi.
Ia menjadi guru karena aku memintanya sendiri.
Terimakasih telah mengajari.
Jika aku jadi kau, mungkin sudah kubuang asa-asa yang tercecer tanpa punya jalan. Karena ia hanya akan membebani langkahku. Tetapi jalanan malam mengajarkanku sesuatu, ia memiliki orang-orang yang akan selalu menghargai hidupnya. Mereka berjalan, dengan ekspresi mati yang menyimpan banyak penjelasan. Jika tak kau pandang mata itu lurus, tak akan pernah kau temui bayangan asa yang kumaksud.
Udara malam dingin berhembus. Membawa aroma lelah, menebarkan suara sunyi. Di ujung jalan sana, ada seorang tua renta yang menggenggam sebungkus nasi. Nasi itu adalah bukti bahwa usahanya tak pernah sia-sia. Setiap udara napas yang ia hembuskan menjadi citra bahwa usia telah lelah menemaninya.
Bajunya compang-camping, khas sepupu jalanan. Dan dia adalah aba-aba bagi banyak orang agar hidup harus dihargai. Agar tak ada waktu yang kau sesali. Sosoknya adalah tanda bahwa hidup tidak selalu baik-baik saja. Ada banyak kesedihan bertebaran, kau saja yang tak menyadari.
Mulanya aku hanyalah orang yang banyak berharap. Duduk jemu menunggu hujan menjemputku. Tetapi semenjak seorang renta itu lewat, aku mulai menyadari sesuatu. Bahwa hidup tidak hanya tentang menerima. Hidup juga harus berusaha. Ada orang-orang yang terlihat baik namun hatinya buruk. Ada orang-orang yang terlihat buruk tetapi haatinya baik. Seberapa cepat kau mengenali, bisa diukur dari seberapa kenal kau dengan kehidupan.
Jalanan dan sosok renta adalah guru bagiku. Mereka mungkin membisu, tetapi yang mereka beri lebih dari apa yang kau tahu. Hari ini aku telah belajar menerima, dari seseorang yang bahkan tak pernah memberi.
Ia menjadi guru karena aku memintanya sendiri.
Terimakasih telah mengajari.